Mimpi nekat yang berhasil membuahkan acara hebat

Pada METAL (Meet Our Inspiring Alumni) kali ini, saya mendapatkan sebuah kesempatan spesial yang telah ditunggu-tunggu untuk beberapa lama, lho! Setelah mencoba menghubungi beliau dari tahun lalu, akhirnya saya dapat bertemu langsung dengan alumni CIMSA dengan segudang pengalaman menarik, yaitu dr. Ghaisani Fadiana, SpA—yang akrab disapa dr. Nina. Beliau memiliki track record sebagai member SCOPE CIMSA UI, bergabung di supporting division Public Relations tahun 2005-2006, Treasurer CIMSA 2006-2007, Supervising Council for Finance CIMSA 2007-2008, dan Co-Chair IFMSA March Meeting 2011. Yuk, simak kisahnya!

Halo, dr. Nina! Bagaimana pengalaman Dokter di CIMSA UI dan CIMSA Nasional?

Pada tahun 2005, saya gabung di CIMSA UI sebagai member SCOPE dan menjadi anggota supporting division yang mengurus public relations (saat itu belum ada jabatan khusus untuk pihak eksternal seperti sekarang—red). Kemudian, pada tahun 2006, saya maju menjadi Treasurer CIMSA Nasional 2006-2007. Di tahun itu pula, saya mengikuti General Assembly IFMSA (GA IFMSA) untuk pertama kalinya, yaitu August Meeting di Belgrade, Serbia. Selanjutnya, saya menjabat Supervising Council CIMSA 2007-2008. Selama itu, saya mengikuti beberapa GA lainnya: March Meeting tahun 2007 di Freemantle, August Meeting tahun 2007 di UK, dan August Meeting tahun 2008 di Jamaica.

Saya ingat sekali GA berikutnya – August Meeting tahun 2009 di Macedonia – karena saya dan Ufa (dr. Ufara, alumni CIMSA UI Co-Chair IFMSA March Meeting 2011—red) melakukan bidding untuk menjadi host August Meeting tahun 2010. Namun, kami kalah dengan Kanada. Hal tersebut didasari oleh March Meeting tahun 2010 akan digelar di Thailand dan IFMSA tidak ingin menggelar GA di Asia Pasifik lagi. Pada March Meeting tahun 2010, kami diminta bidding lagi untuk menjadi host. Oleh karena itu, kami mempersiapkan bidding dan mencoba lagi di August Meeting tahun 2010 di Quebec, Kanada. Kami mempresentasikan Indonesia dan didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (sekarang Kementerian Pariwisata—red). Akhirnya, kami memenangkan bidding tersebut dengan jumlah voting yang memenuhi target dan berhasil menggelar March Meeting tahun 2011 di Jakarta.

Wah, keren banget, Dok! Tapi, kenapa sih Dokter mau bidding jadi host GA IFMSA?

Idenya muncul saat GA pertama di August Meeting tahun 2006 di Belgrade, Serbia. Delegasi Indonesia lumayan rame saat itu, 11 atau 12 orang. Acara tersebut membuat saya berpikir bahwa Indonesia bisa membuat acara jauh lebih bagus daripada ini. Acara seperti GA IFMSA ini ‘kan menjadi pertemuan multiculture—dengan banyaknya delegasi dari berbagai negara. Namun, eksekusi di acara tersebut kurang mempertimbangkan budaya orang lain yang berseberangan. Hasilnya, beberapa peserta menjadi kurang nyaman di acara tersebut. Oleh karena itu, saya termotivasi untuk membuat GA di Indonesia yang lebih bagus daripada itu.

Setelah muncul pikiran jadi host GA IFMSA, apakah hal tersebut menjadi fokus CIMSA?

Sebenarnya tidak sih, kita tidak memikirkan untuk jadi host GA internasional. Waktu itu CIMSA sedang menghadapi beberapa masalah, seperti ekspansi ke lokal lain dan tantangan kegiatan-kegiatan di setiap lokal. Fokus kita memang menghadapi internal dan aktivitas sebagai core CIMSA. Akan tetapi, harapan tersebut—menggelar GA IFMSA di Indonesia—tetap dimiliki oleh kita, sebagai keluarga di CIMSA yang memiliki pemikiran yang sama. Kita sering mendatangi GA di negara lain, membandingkan beberapa negara, dan kembali berpikir bahwa Indonesia pasti bisa menggelarnya.

Sebenarnya kalau mau jadi host, kita harus apa, Dok?

Karena kita sering datang ke GA lain, kita menjadi lebih engaged dengan IFMSA. Sebenarnya ‘kan, benefit utama di CIMSA itu adalah networking yang dibangun terus menerus. To make the most of benefit, kita memang harus menggencarkan networking. Jadi saya sering ke GA lain, bertemu officials dari negara-negara lain, dan berteman dekat dengan mereka. Setelah hubungan terjalin, dukungan (dari negara lain untuk Indonesia sebagai host—red) muncul. Jika kita mau bidding jadi host, kita harus memenangkan voting-nya—kita harus memiliki kepercayaan dari negara lain. Network yang terjalin harus kuat untuk menghasilkan kepercayaan kepada kita karena GA IFMSA terdiri dari project-project besar dan memiliki aliran dana dengan jumlah besar.

“Selain networking, intinya sih, butuh orang-orang yang agak nekat aja dan satu tim dengan tujuan yang sama.”

Wah, seru ya Dok! Apakah ada tantangan yang berkesan dalam menyiapkan GA ini, Dok?

Tantangannya ada pada koordinasi tim nasional. Waktu itu, kita koordinasi melalui online meeting, serta banyak mengirim SMS. Kepanitiaan itu memiliki peserta yang tersebar dari Aceh sampai Jawa Timur dengan zaman yang belum secanggih sekarang. Koordinasi tersebut berlangsung selama 2 tahun. Itu unik banget sih sebenarnya.

Hebat banget, Dok! Cerita dong Dok, bagaimana suka dukanya menggelar March Meeting 2011 di Jakarta?

Jujur ya, sebenarnya susah di awal. Banyak sekali pihak yang bilang ke kita, “Memangnya mahasiswa bisa membuat acara sebesar itu dengan anggaran sebesar itu?” Pihak-pihak tersebt seringkali menganggap mahasiswa tidak bisa melakukannya. Memang, acara GA tidak dikerjakan dan dipersiapkan dalam 1 tahun saja—ide tercetus pada tahun 2006 dan realisasi pada tahun 2011. Kami membutuhkan sekitar 3 tahun persiapan.

Karena dalam menyelenggarakan GA kita membawa nama Indonesia, dukungan dari pemerintah datang. Namun, beberapa isu diplomatik memang cukup mengganjal. Kita ‘kan harus mengundang banyak negara, termasuk Israel dan Taiwan. Sementara itu, hubungan diplomatis Indonesia dan kedua negara saat itu mengharuskan identitas kedua negara tersebut tidak boleh ditampilkan. Waktu itu, hal tersebut cukup dipermasalahkan oleh IFMSA—seharusnya IFMSA bersifat nonpolitis.

Walaupun demikian, banyak suka yang dialami dalam mempersiapkan March Meeting, seperti nama organisasi kita lebih dikenal. Saat itu, kita melakukan audiensi ke Menteri Kesehatan, Menteri Luar Negeri, bahkan sampai Kantor Kesekretariatan Wakil Presiden di zaman Pak Budiono. Kita menjadi terpapar lebih banyak isu. Beberapa perjalanan GA saat presentasi persiapan March Meeting 2011 juga dicover oleh Kementerian Pariwisata sekaligus memperkenalkan budaya Indonesia. Selanjutnya, setelah sukses menggelar GA IFMSA March Meeting 2011 tersebut, saya sudah lulus menjadi dokter, dan GA tersebut merupakan GA terakhir saya.

Wah, terima kasih banyak, dr. Nina atas cerita-cerita menyenangkan soal persiapan GA!